Peraturan Hukum Pidana Bagi Anak Dimulai Pada Usia Berapa?

Pertanyaan mengenai usia berapa anak bisa dikenai hukum pidana sering muncul, terutama dalam konteks kasus-kasus hukum yang melibatkan pelaku anak. Banyak orang tua dan pendidik belum memahami secara jelas bagaimana sistem peradilan pidana anak diatur di Indonesia, serta perlakuan khusus yang diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum.

Mari kita bahas secara rinci mengenai peraturan hukum pidana bagi anak dan usia minimal tanggung jawab pidana menurut hukum yang berlaku.

Apa Itu Anak dalam Perspektif Hukum?

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), yang dimaksud dengan anak adalah:

“Seseorang yang dalam perkara anak nakal telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun, dan belum pernah menikah.”

Jadi, secara hukum, anak yang berada di rentang usia 12 hingga 18 tahun dan belum menikah, dianggap sebagai subjek hukum pidana anak.

Usia Minimal Anak Bisa Dipidana: 12 Tahun

Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU SPPA, anak yang dapat dikenai sanksi pidana minimal berusia 12 tahun. Namun, masih ada perbedaan perlakuan berdasarkan usianya:

1. Anak di bawah usia 12 tahun:

  • Tidak dapat dikenakan sanksi pidana.
  • Bila melakukan tindak pidana, akan dilakukan pendekatan non-penal, seperti pembinaan, pengembalian kepada orang tua, atau melalui dinas sosial.
  • Dapat ditempatkan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial paling lama 6 bulan.

2. Anak usia 12–14 tahun:

  • Bisa dikenai hukum pidana, namun harus diutamakan diversi (penyelesaian di luar pengadilan).
  • Jika tetap dibawa ke proses pidana, hukuman maksimal dibatasi setengah dari pidana orang dewasa.

3. Anak usia 15–18 tahun:

  • Dapat dikenai sanksi pidana lebih tegas, namun tetap dengan pendekatan peradilan anak dan perlakuan khusus.

Apa Itu Diversi?

Diversi adalah proses pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan, seperti:

  • Mediasi antara anak dan korban
  • Restorative justice
  • Kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat

Tujuannya adalah untuk menjaga masa depan anak dan menghindari stigma negatif dari sistem peradilan formal.

Kenapa Anak Tidak Dipidana Seperti Orang Dewasa?

Ada beberapa alasan mengapa hukum memperlakukan anak secara berbeda:

  1. Anak dianggap belum dewasa secara mental dan emosional
  2. Anak masih memiliki kesempatan untuk dibina dan berubah
  3. Tanggung jawab moral anak berbeda dengan orang dewasa
  4. Sanksi pidana berat pada anak dapat merusak masa depannya

Jenis Hukuman untuk Anak (Jika Terbukti Bersalah)

Jika seorang anak terbukti melakukan tindak pidana, berikut beberapa bentuk sanksi pidana yang diatur dalam UU SPPA:

1. Pidana pokok:

  • Pidana peringatan
  • Pidana dengan syarat (pembinaan, kerja sosial, pelatihan)
  • Pidana penjara (hanya jika sangat terpaksa dan dibatasi)

2. Pidana tambahan:

  • Ganti kerugian
  • Pemulihan keadaan
  • Tindakan rehabilitasi

Kesimpulan

Peraturan hukum pidana bagi anak dimulai pada usia 12 tahun. Namun, hukum di Indonesia mengedepankan pendekatan pembinaan dan perlindungan anak, bukan penghukuman. Sistem peradilan pidana anak menekankan restorative justice dan diversi agar anak masih memiliki masa depan yang layak tanpa stigma pelaku kejahatan.

Anak adalah generasi penerus bangsa. Tugas hukum bukan hanya menegakkan keadilan, tapi juga memastikan mereka tetap memiliki harapan dan kesempatan untuk berubah.

List Artikel Rekomendasi Untuk Anda Baca :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *